Kamis, 31 Maret 2016

Pertanian

Areal yang potensial untuk pengembangan komoditas pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Jembrana seluas 32.702 Ha dari luas Kabupaten Jembrana yang terdiri dari lahan sawah, tegal/kebun dan pekarangan.

Temperatur udara yang berkisar antara 20 - 29°C, kelembaban udara berkisar antara 74 - 87 % serta rata-rata curah hujan 2.002 per tahun dan ketinggian tempat antara 0 - 600 m dpl, Kabupaten Jembrana sangat cocok untuk mengembangkan berbagai komoditas Pertanian.

Faktor pendukung lainnya adalah tersedianya sarana prasarana berupa Jalan, jaringan listrik dan telepon. Disamping itu pula terdapat juga 37 sungai yang tersebar di 5 Kecamatan di Kabupaten Jembrana yang merupakan sumber pengairan untuk sawah. Alat dan mesin pertanian (Alsintan) yang ada berupa traktor 21 Unit, Power Threser 119 Unit, mesin penggilingan padi 71 unit dan banyak peralatan-peralatan kcil lainnya.

Ketersediaan tanaman pangan khususnya beras di Kabupaten Jembrana mencapai 37.238,70 ton, sedangkan kebutuhan beras di Kabupaten Jembrana sesuai standar Pola Pangan Harapan (Nasional) 36.013,10 ton, sehingga masih ada kelebihan pangan sejumlah 1.225,60 ton.

Komoditas tanaman pangan yang merupakan kebutuhan utama, yang sering disebut Bama (Bahan Makanan Utama), terdiri dari : padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi jalar dan ubi kayu.

Potensi Sumber Daya Alam dengan agroklimat tersebut, didukung oleh sumber daya manusia yang terbentuk dalam kelembagaan yang tercatat pada sampai tahun 2014 antara lain:

    Kelompok Tani Tradisional atau Subak 84 kelompok yang tersebar disetiap kecamatan yaitu: Kecamatan Melaya (20 Kelompok), Kecamatan Negara (22 Kelompok), Kecamatan Jembrana (14 Kelompok ), Kecamatan Mendoyo (17 Kelompok), Kecamatan Pekutatan (11 Kelompok)
    Kelompok Wanita Tani (KWT) 3 kelompok
    Kelompok Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani Nelayan Kecil (P4K) 383 KPK
    Koprasi Unit Desa (KUD)Perpadi berjumlah 18

Penggunaan Lahan Pertanian

Komoditas pertanian yang dikembangkan dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu Komoditas Strategis, Unggulan, Andalan dan Binaan.

Komoditas Pertanian

Komoditas andalan yang dikembangkan di Kabupaten Jembrana yang sesuai dengan agroekosistem (AES) dan menjadi tumpuan hidup penghasilan petani seperti Pisang, Mangga, Rambutan, kacang panjang, Jagung dan Kedelai.

Komoditas Andalan
pisang
Komoditas andalan yang dikembangkan di Kabupaten Jembrana yang sesuai dengan agroekosistem (AES) dan menjadi tumpuan hidup penghasilan petani seperti Pisang, Mangga, Rambutan, kacang panjang, Jagung dan Kedelai.




Komoditas strategis

Komoditas yang memegang kendali motifasi manusia yang paling mendasar yaitu untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya yang termasuk komoditas strategis ini adalah padi.

Komoditas Unggulan
semangka
Komoditas Unggulan adalah salah satu dari komoditas andalan yang paling menguntungkan untuk dikembangkan dan mempunyai prospek pasar, Sumber Daya Alam yang cukup serta mempunyai sifat unggul seperti semangka.




Komoditas Binaan

Komoditas yang terinventarisir dan merupakan program binaan dari Dinas Pertanian Kabupaten Jembrana seperti Kacang Tanah, Kacang hijau, Ubi Kayu, Ubi Jalar dan Pepaya.

Luas Areal dan Produksi Tanaman Pangan & Hortikultura Tahun 2014

Musium

Sejak tahun 1963 di Gilimanuk diadakan penelitian oleh para ahli di Indonesia antara lain: Prof DR R Soejono dan Prof DR T Jacub. Hasil penelitian tersebut ditemukan ratusan rangka manusia yang diperkirakan hidup pada akhir masa Prasejarah dengan ciri ciri Ras Mongolid. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka salah satu tindakan untuk menyelamatkan.

Untuk menyelamatkan dan memanfaatkan temuan akeologi tersebut Pemerintah Kabupaten Jembrana membangun sebuah Gedung Museum Manusia Purba Situs Gilimanuk dan selesai Pembangunannya 1993.

Barang-barang koleksi yang dipajang di Moesium Gilimanuk adalah hasil galian antara lain: Kerangka Manusia, Manik manik, Gelang dari kayu dan kerang, periuk kecil, tempayan, kendi, mangkuk dari tanah, mata kail, tajak, sarkopagus dll.

Kesenian

Kesenian

Seperti halnya Daerah Bali Pada umumnya, di Kabupaten Jembrana juga terdapat kesenian-kesenian khas Daerah Jembrana seperti Kesenian Jegog, Joged Bung-bung, Bungbung Gebyog, dan Kendang Mebarung yang tidak terdapat pada Daerah Bali Lainnya.


1. Kesenian Jegog

Memanfaatkan bambu yang dirangkai sebagai alat intrumennya yang menghasilkan instrumen/irama yang sangat merdu untuk dinikmati. Jegog pertama kali berkembang di banjar sebual desa Dangintukadaya yang diciptakan oleh Kiang Gelinduh. Kesenian Jegog disertai tarian yang biasanya dibawakan oleh beberapa orang remaja putri/putra

2. Kesenian Joged Bungbung

Kesenian ini juga memakai bambu sebagai alat instumenya yang disebut Gamelan. Dari segi ukuran Gamelan Joged Bungbung ini lebih kecil dibandingkan dengan Gamelan Jegog. Kesenian Joged Bungbung ini selalu disertai tarian yang dibawakan oleh remaja putri dengan mengenakan pakaian khas Jembrana, sehingga menghasilkan tontonan yang sangat menarik.



3. Kesenian Kendang Mebarung


Kesenian ini memanfaatkan Kendang yang sangat besar ukurannya, yang biasanya dimainkan oleh 2 orang untuk masing masing kendang tersebut.





4. Kesenian Bungbung Gebyog


Menggambarkan ibu-ibu rumah tangga yang sedang menumbuk padi. Bungbung Gebyog ini biasanya dibawakan oleh beberapa orang wanita yang sudah berkeluarga. Masing-masing penari membawa sebuah bambu yang menggambarkan sebagai alu untuk menumbuk padi, dari ketukan bambu tersebut dihasilkan irama yang merdu untuk dinikmati.

Selain Kesenian yang berlandaskan budaya Hindu di Kabupaten Jembrana juga tersapat kesenian daerah yang berlandaskan budaya Islam sperti Kesenian Hadrah.

Jenis dan Pusat Kesenian



Data Kesenian Kabupaten Jembrana


Agama


Di Kabupaten Jembrana berkembang lima agama yaitu Hindu, Islam, Katolik, Protestan, Budha dan yang lainnya. Agama Hindu merupakan Agama mayoritas penduduk Jembrana.
Populasi Agama

Populasi Agama di Kabupaten Jembrana sebagai berikut:

    Hindu: 199.691 jiwa
    Islam: 58.120 jiwa
    Protestan: 2.186 jiwa
    Katholik: 1.891 jiwa
    Budha: 429 jiwa
    Lainnya: 2.269 jiwa

Tempat Ibadah

Tempat ibadah yang terdapat di Kabupaten Jembrana yaitu:

    Pura: 601
    Masjid: 95
    Gereja: 11
    Wihara: 5

Tokoh Umat

Tokoh Adat yang ada di Kabupaten Jembrana yaitu:

    Hindu 85 orang
    Islam 13 orang
    Katolik 3 orang
    Protestan 3 orang
    Budha 3 orang

Kesehatan

Kesehatan adalah hal terpenting dalam usaha mencapai kesejahteraan keluarga, oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Jembrana sangat memperhatikan kesehatan masyarakat, dengan upaya-upaya inovatif, pemerintah berusaha untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Peningkatan sarana kesehatan masyarakat terus dilakuan, jaminan asuransi kesehatan sejak tahun 2001 sampai saat ini tetap diprogramkan.


Indikator Kesehatan
Yang menjadi indikator kesehatan adalah Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Ibu, Angka Kesakitan, Angka Harapan Hidup. Dibawah ini adalah angka Indikator Kesehatan Kabupaten Jembrana:


Catatan: * = Belum terdata, *]=data perlu dicari

 10 Besar Penyakit
Pola penyakit (10 besar penyakit) rawat jalan di Puskesmas untuk semua golongan umur tahun 2015


Program Kesehatan Mata Tahun 2015


Kemandirian Posyandu Tahun 2012-2015


Rabu, 30 Maret 2016

sejarah

Berdasarkan bukti-bukti arkeologis dapat di interprestasikan bahwa munculnya komunitas di Jembrana sejak 6000 tahun yang lalu. Dari perspektif semiotik, asal-usul nama tempat atau kawasan mengacu nama-nama fauna dan flora. Munculnya nama Jembrana berasal dari kawasan hutan belantara (Jimbar-Wana) yang dihuni raja ular (Naga-Raja). Sifat-sifat mitologis dari penyebutan nama-nama tempat telah mentradisi melalui cerita turun-temurun di kalangan penduduk. Berdasarkan cerita rakyat dan tradisi lisan (folklore) yang muncul telah memberi inspirasi di kalangan pembangun lembaga kekuasaan tradisional (raja dan kerajaan)

Raja dan pengikutnya yaitu rakyat yang berasal dari etnik Bali Hindu maupun dari etnik non Bali yang beragama Islam telah membangun kraton sebagai pusat pemerintahan yang diberi nama Puri Gede Jembrana pada awal abad XVII oleh I Gusti Made Yasa (penguasa Brangbang). Raja I yang memerintah di kraton (Puri) Gede Agung Jembrana adalah I Gusti Ngurah Jembrana. Selain kraton, diberikan pula rakyat pengikut (wadwa),busana kerajaan yang dilengkapi barang-barang pusaka berupa tombak dan tulup. Demikian pula keris pusaka yang diberi nama "Ki Tatas" untuk memperbesar kewibawaan kerajaan. Tercatat bahwa ada tiga orang raja yang berkuasa di pusat pemerintahan yaitu di Kraton (Puri) Agung Jembrana.

Sejak kekuasaan kerajaan dipegang oleh Raja Jembrana I Gusti Gede Seloka, Kraton (Puri) baru sebagai pusat pemerintahan dibangun. Kraton (Puri) yang dibangun itu diberi nama Puri Agung Negeri pada awal abad XIX. Kemudian lebih dikenal dengan nama Puri Agung Negara. Patut diketahui bahwa raja-raja yang memerintah di Kerajaan Jembrana berikutnya pun memusatkan birokrasi pemerintahannya di Kraton (Puri) Agung Negara. Patut dicatat pula bahwa ada dua periode birokrasi pemerintahan yang berpusat di Kraton (Puri) Agung Negara.

Periode pertama ditandai oleh birokrasi pemerintahan kerajaan tradisional yang berlangsung sampai tahun 1855. Telah tercatat pada lembaran dokumen arsip pemerintahan Gubernemen bahwa kerajaan Jembrana yang otonom diduduki oleh Raja Jembrana V (Sri Padoeka Ratoe) I Goesti Poetoe Ngoerah Djembrana (1839 - 1855). Ketika berlangsung pemerintahannya lah telah ditanda tangani piagam perjanjian persahabatan bilateral anatara pihak pemerintah kerajaan dengan pihak pemerintah Kolonial Hindia Belanda (Gubernemen) pada tanggal 30 Juni 1849.

Periode kedua selanjutnya digantikan oleh birokrasi modern, melalui tata pemerintahan daerah (Regentschap) yang merupakan bagian dari wilayah administratif Keresidenan Banyuwangi. Pemerintahan daerah Regentschap yang dikepalai oleh seorang kepala pribumi (Regent) sebagai pejabat yang dimasukkan dalam struktur birokrasi Kolonial Modern Gubernemen yang berpusat di Batavia. Status pemerintahan daerah (Regentschap) berlangsung selama 26 tahun (1856 - 1882).

Pada masa Kerajaan Jembrana VI I Gusti Ngurah Made Pasekan (1855 - 1866) mengalami dua peralihan status yaitu 1855 - 1862 sebagai Raja Jembrana dan 1862 - 1866 sebagai status Regent (Bupati) kedudukan kerajaan berada di Puri Pacekan Jembrana.

Ketika reorganisasi pemerintahan di daerah diberlakukan berdasarkan Staatblad Nomor 123 tahun 1882, maka untuk wilayah administratif Bali dan Lombok diberi status wilayah administratif Keresidenan tersendiri. Wilayah Keresidenan Bali dan Lombok dibagi lagi menjadi dua daerah (Afdelingen) yaitu Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana berdasarkan Staatblad Nomor 124 tahun 1882 dengan satu ibukota yaitu Singaraja. Selanjutnya daerah Afdeling Jembrana terbagi atas distrik-distrik yang pada waktu itu terdiri dari tiga distrik yaitu Distrik Negara, Distrik Jembrana, dan Distrik Mendoyo. Masing-masing distrik dikepalai oleh seorang Punggawa. Selain distrik juga diberlakukan jabatan Perbekel, khusus yang mengepalai komunitas Islam dan komunitas Timur Asing sebagai kondisi daerah yang unik dari sudut interaksi dan integrasi antar etnik dan antar umat beragama.

Sejak reorganisasi tahun 1882 telah ditetapkan dan disyahkan nama satu ibukota untuk Keresidenan Bali dan Lombok yaitu Singaraja, yang akan membawahi daerah-daerah (Afdeling) Buleleng dan Jembrana. Akan tetapi, pada proses waktu selanjutnya memperhatikan munculnya aspirasi masyarakat di dua daerah afdeling (Buleleng dan Jembrana), maka pihak Gubernemen menanggapi positif.

Respon positif pihak Gubernemen di Batavia dapat dibuktikan dengan diterbitkannya sebuah Lembaran Negara (Staatsblad) tersendiri untuk melakukan pembenahan (Reorganisasi) tata pemerintahan daerah di daerah-daerah (Afdeling) Buleleng dan Jembrana. Pihak Gubernemen dan segenap jajaran bawahan di Departemen Dalam Negeri (Binnenlandsch Bestuur) sangat memperhatikan dan mendukung sepenuhnya aspirasi masyarakat untuk menetapkan nama-nama ibukota Daerah-daerah Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana. Pihak Gubernemen dalam pertimbangannya ingin mengakhiri kebiasaan yang menyebut nama Ibukota Afdeling Buleleng dan Jembrana di Keresidenan Bali dan Lombok dengan nama lebih dari satu. Semula (Tahun 1882-1895) hanya diberlakukan satu nama Ibukota yaitu Singaraja untuk wilayah Keresidenan Bali dan Lombok yang membawahi Daerah-daerah Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana. Sejak disetujui dan untuk kemudian, ditetapkanlah nama-nama Ibukota daerah tersendiri terhadap Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana di Keresidenan Bali dan Lombok. Berdasarkan Staatsblad Van Nederlandsch - Indie Nomor 175 Tahun 1895, sampai seterusnya ditetapkanlah Singaraja dan Negara sebagai ibukota dari masing-masing Afdeling. Dengan demikian, sejak 15 Agustus 1895 berakhirlah nama satu ibu kota: Singaraja sebagai ibukota Keresidenan Bali dan Lombok yang membawahi Daerah-daerah Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana. Sejak itu pula dimulailah nama-nama Ibukota: Singaraja untuk Keresidenan Bali dan Lombok dan Daerah bagiannya di Afdeling Buleleng, serta Negara untuk Daerah Bagian Afdeling Jembrana.

Munculnya nama-nama Jembrana dan Negara hingga sekarang, memiliki arti tersendiri dari perspektif historis. Rupanya nama-nama yang diwarisi itu telah dipahatkan pada lembaran sejarah di Daerah Jembrana sejak digunakan sebagai nama Kraton (Puri) yaitu Puri Gede / Agung Jembrana dan Puri Agung Negeri Negara. Oleh Karena Kraton atau Puri adalah pusat birokrasi pemerintahan kerajaan tradisional, maka dapat dikatakan bahwa Jembrana dan Negara merupakan Kraton-kraton (Puri) yang dibangun pada permulaan abad XVIII dan permulaan abad XIX adalah tipe kota-kota kerajaan yang bercorak Hinduistik. Jembrana sebagai sebuah kerajaan yang ikut mengisi lembaran sejarah delapan kerajaan (asta negara) di Bali.

Sejak 1 Juli 1938, Daerah (Afdeling, regentschap) Jembrana dan juga daerah-daerah afdeling (Onder-afdeling, regentschap) lainnya di Bali ditetapkan sebagai daerah-daerah swapraja (Zelfbestuurlandschapen) yang masing-masing dikepalai oleh Zelfbestuurder (Raja). Raja di Swapraja Jembrana (Anak Agoeng Bagoes Negara) dan Raja-raja di swapraja lainnya di seluruh Bali terlebih dahulu telah menyatakan kesetiaannya terhadap pemerintah Gubernemen.

Anak Agung Bagoes Negara memegang tampuk pemerintahan di swapraja Jembrana secara terus-menerus selama 29 tahun meskipun terjadi perubahan tatanegara dalam sistem pemerintahan. Kepemimpinannya di Jembrana berlangasung paling lama dibandingkan dengan kepemimpinan yang dipegang oleh pejabat-pejabat pelanjutnya.Selama kepemimpinannya pula, dua nama yaitu Jembrana dengan ibukotanya Negara senantiasa terpateri dalam lembaran sejarah pemerintah di Jembrana, baik dalan periode Pendudukan Jepang (Tahun 1943-1945), peiode Republik Indonesia yang hanya beberapa bulan (Tahun 1946-1950) maupun pada waktu kembali ke periode bentuk Negara Indonesia Timur (Tahun 1946-1950) maupun pada waktu kembali ke periode bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (Tahun 1950-1958).

Jabatan Bupati Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Jembrana untuk pertama kalinya dijabat oleh Ida Bagus Gede Dosther dari tahun 1959 sampai tahun 1967. Pada periode selanjutnya jabatan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Jembrana dijabat oleh Bupati Kapten R. Syafroni (Tahun 1967-1969); Pjs Bupati Drs. Putu Suasnawa (11 Maret - 30 Juni 1969); Bupati I Ketut Sirya (30 Juli 1969-31 Juli 1974); Pjs Bupati Drs. I Nyoman Tastra (31 Juli 1974 - 28 Juli 1975); Bupati Letkol. Liek Rochadi (28 Juli 1975 - 26 Agustus 1980); Bupati Drs. Ida Bagus Ardana (26 Agustus 1980 - 27 Agustus 1990); Bupati Ida Bagus Indugosa,S.H Selama dua kali masa jabatan (27 Agustus 1990 - 27 Agustus 1995 dan dari 27 Agustus 1995 - 27 Agustus 2000); Plt Bupati I Ketut Widjana, S.H (28 Agustus 2000 - 15 Nopember 2000), Prof.Dr.drg. I Gede Winasa menjabat sebagai Bupati Jembrana selama dua periode (15 Nopember 2000 - 10 Oktober 2010) dan I Putu Artha SE, MM. sejak 16 Februari 2011 sampai saat ini.

Dapat dikatakan bahwa, sejak gelar "Bupati" yang mengepalai pemerintahan di Daerah Tingkat II Jembrana untuk pertama kali diberlakukan pada tahun 1959 sampai saat ini, nama "Negara" sebagai ibukota Daerah Kabupaten Jembrana tetap dilestarikan.

Berulang Tahun, Bupati Artha Tetap Ingat Otonan, Minta Kado WTP



Senin 14 Maret 2016, Bupati Jembrana I Putu Artha genap berusia 54 tahun. Secara spontanitas para pejabat dan pegawai mulai dari Sekda Jembrana, Asisten, Kepala SKPD hingga staf dan tenaga kontrak menyuguhkan perayaan kecil dengan nyanyian ulang tahun, pemotongan kue, tiup lilin dan doa bersama untuk kesehatan dan kesuksesan Bupati Artha di Loby Lantai II Kantor Bupati Jembrana.
Perayaan sederhana yang terkesan dadakan tersebut membuat Bupati Artha kaget dan terharu. “ Saya kaget dan terharu dengan acara ini, terima kasih saya selalu diingatkan dengan tanggal kelahiran saya “ kata Artha didampingi istrinya Kade Ari Sugianti. Bupati Artha juga mengungkapkan kalau dirinya lebih ingat dengan hari kelahiran secara Hindu yaitu otonan. Hal tersebut dibenarkan istrinya Kade Ari Sugianti Artha. “ Hari kelahiran Bapak yang jatuh pada Budha Wage Wuku Merakih juga selalu diupacarai dengan otonan hingga sekarang “ terang Sugianti.
Dalam kesempatan tersebut Bupati Artha tidak mengharapkan kado apapun, ia hanya berharap diberikan kado Opini BPK berupa Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) bisa dipertahankan. “ Saya tidak mengharapkan kado apa-apa, saya hanya ingin kado WTP dipertahankan “ ungkap Artha.
Meski perayaannya cukup sederhana, suasana di loby lantai II yang biasanya hanya didatangi tamu-tamu penting Bupati dan Wakil Bupati Jembrana. Pada Senin (14/3) pagi tiba-tiba menjadi ramai dan meriah. Sebagian besar pegawai memberikan ucapan selamat kepada Bupati. Bahkan sebelumnya kue yang dipotong Bupati Artha, dibagikan sendiri oleh Bupati kepada semua pegawai yang ada di loby.
Selain itu, di usia yang ke 54 tahun ini Bupati Artha juga berbagi kebahagiaan dengan penyandang tunanetra. Bupati Artha mengundang penyandang tunanetra hadir di Rumah Jabatannya dan memberikan bantuan sembako. Penyandang tunanetra ini juga diberikan kesempatan untuk menyuguhkan hiburan, bahkan ada penyandang tunanetra yang memberikan pijat gratis kepada Bupati dan sejumlah undangan yang hadir. “ Saya sengaja mengajak para tunanetra untuk saling berbagi. Para tunanetra patut dicontoh, meskipun dengan keterbatasannya mereka tetap mampu berinovasi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya “ pungkas Artha. (hmj)
Penulis : Adisuta
Editor : Surya Putra

Web Links

MEDIA SOSIAL

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More